EXIST DALAM PENGELOLAAN

Alhamdulillah sampai pada hari ini Senin 28 Desember 2015 kami segenap Guru dan karyawan MI Muhammadiyah Kaliprau masih tetap diberikan rahmat dan hidayah oleh allah SWT untuk selalu berjuang menegakan agama islam melalui jalur pendidikan formal yaitu MI Muhammadiyah Kaliprau. Semoga kami selalu diberikan rahmat dan hidayah serta barokan untuk tetap exsist. kami selaku pengurus MI Muhammadiyah Kaliprau yang terdiri dari Penanggung Jawab : Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kec. Ulujami Kepala Madrasah : Dra. Warsitun Sekertaris : Muhlisin, S.Pd.I Bendahara : Faizin, S.Pd.I Sie Kurikulum ; Siti Asiyah, S.Pd.I Sie Kesiswaan : Ihlas Saputro Sie Humas : Siti Baekah, S.Pd.I Sie Keagamaan : Nitta Ipmawati, S.Pd.I Sie Sarpras : Elqie Mu`takifah, S.Pd.I Sie Umum : Dewi Wulandari, S.Pd Anggota : Lukny Luthfiansyah Sie K3 : Liza Firdausyah Dalam pengelolaan kami senantiasa mengedepankan kebersamaan dan kepercayaan serta kejujuran demi suksesnya visi misi pendidikan ini. kiranya cukup sekian kesempatan kali ini, sekedar untuk menghilangkan rasa penak dalam hati.

Sabtu, 29 Juni 2013

makalah hadist tarbawi

BAB I
PENDAHULUAN
”Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.As-Syams 91 : 1 -10)
Cahaya (Nur) adalah media pembawa informasi dari langit. Sebenarnya cahaya dan gelombang elektromagnetik (EM) lainnya merupakan bahasa universal yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan makhjluk yang jauh di alam semesta.Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik.Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matahari adalah sumber cahaya utama di bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan.Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun cahaya dapat dipantulkan.
Bulan adalah satelit alami Bumi yang berukuran seperempat ukuran Bumi dan beredar mengelilinginya setiap 27.3 hari, pada jarak rata-rata 384,400 kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya dan cahaya bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari. Dan cahaya ini tidak memantul dari bumi. Tetapi kadang-kadang cahanya dari bumi juga. Jadi cahaya dari matahari langsung sampai ke bulan. Bulan mempunyai diameter 3,476 kilometer dengan gaya gravitasi hanya 0.16 = (1/6) gaya gravitasi bumi. Terbentuknya Bulan dipercaya berasal daripada obyek sebesar Mars yang menghantam Bumi lalu pecah. Inti obyek tersebut menghantam bumi, tetapi lapisan luar Bumi terpelanting dan terperangkap dalam orbit mengelilingi Bumi lalu membentuk Bulan.

















BAB II
PEMBAHASAN
“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita”
(Qs.Nuh 71 : 16)
Sesungguhnya, al-Qur’an itu menurut sifatnya adalah qadrat Allah di alam ini yang mengandung pengertian luas sesuai dengan sifatnya. Al-Qur’an diungkapkan dengan jitu, mendalam dan dapat dipahami oleh orang Arab sejak empat belas abad yang lalu sesuai dengan kemampuan jangkauan akalnya. Juga dipahami oleh orang-orang modern secara aktual, sesuai dengan penemuan ilmiah di seantero dunia ini. Di dalam al-Qur’an banyak kita batasi dengan dua contoh yang berkenaan dengan kisah Nabi Nuh as. Diterangkan dalam al-Qur’an, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita” Qs. 71 : 16
Allah menerangkan bahwa matahari adalah bagaikan pelita yang dapat menerangi dengan nyala api yang ditimbulan oleh bahan bakar minyak atau spiritus. Dikatakan bahwa pelita itu adalah sumber cahaya (dapat menimbulkan cahaya dengan sendirinya, bukan memantulkan cahaya yang datang dari benda lain). Ilmu pengetahuan juga menerangkan bahwa matahari adalah planet yang berpijar, memancarkan cahayanya kepada planet-planet lain. Termasuk bulan yang pada waktu malam kelihatan bercahaya, sebenarnya bulan bukan sumber cahaya. Tetapi bulan sebagai pemantul sinar yang datang dari matahari ke planet bumi ini. Tepat sekali istilah al-Qur’an yang mengatakan bahwa bulan itu adalah nur (cahaya) bukan siraaj (pelita), karena bulan adalah benda yang tidak mengeluarkan nyala api, atau dapat dikatakan bahwa bulan adalah satelit bumi yang gelap.
Ayat al-Qur’an sebagai ungkapan perkataan Nabi Nuh sebagai berikut, ‘Dan Allah menumbuhkan kami dari tanah dengan sebaiknya.’ Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Allah menyempurnakan hidup kita ini dari tumbuh-tumbuhan. Maksudnya, kelangsungan hidup kita ini tergantung dari tumbuh-tumbuhan. Adalah sangat menakjubkan sekali bahwa ayat ini sebenarnya menerangkan hakekat ilmiah dan bersesuaian dengan apa yang diterangkan dalam sebuah buku ilmiah menjadi ‘air adalah benda alam yang luar biasa’. Para sarjana biologi menetapkan bahwa tumbuh-tumbuhan adalah kebutuhan primer makhluk hidup seperti hewan, termasuk juga manusia. Bahkan semua bakteri pun dapat hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan atau sari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seperti kita makan ikan umpamanya, sebenarnya kita memakan tumbuh-tumbuhan.
Kenapa demikian, karena ikan-ikan besar hidup dengan memakan ikan-ikan kecil atau hewan-hewan kecil lain, demikian seterusnya. Akhirnya jika kita teruskan siklus ini akan sampai kepada tumbuhan sebagai akhirnya. Maka tumbuh-tumbuhan adalah asas kehidupan yang paling tua, setua jenis manusia itu sendiri. Demikianlah keterangan yang dapat kita peroleh dari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang makanan manusia dan unsur-unsur lain yang hidup dari makanan itu.
Ilustrasi Al-Qur’an tentang Matahari dan Bulan
Bagi manusia, Matahari adalah benda alam semesta yang sangat penting. Pada Matahari-lah terletak seluruh nasib tata surya. Matahari-lah mata kisaran semua komet, asteroid, dan planet. Matahari-lah pemancar tenaga seantero tata surya, pengatur dan pengocok perubahannya, pembangkit segala gerak utamanya. Matahari-lah lampu yang paling terang, massa yang paling berat. Matahari-lah penopang kehidupan dan raja seluruh lingkungan kosmik manusia. Kehidupan di Bumi dan kelangsungannya amat tergantung pada “tungku” raksasa itu.
Mengapa Matahari Bersinar?
Tuhan berfirman, “Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam alam ini gugusan bintang (galaksi) dan Dia jadikan pula padanya ‘siraaja’ (Matahari) dan bulan yang bercahaya”. (QS. Al-Furqan 25: 61). Lalu dalam ayat lain, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai ‘nuur’ dan menjadikan matahari sebagai ‘siraaja’ (pelita)”. (QS.Nuh 71: 16)
Dalam kedua ayat ini Allah menyebutkan secara simbolis bahwa Matahari itu tak ubahnya laksana pelita. Bahkan dalam surat 78 (An-Naba’) ayat 13,
”dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)” (QS. An-Naba 78:13). Matahari itu disebut “siraajaw wahhaja” yang artinya pelita (lampu) yang sangat kuat nyalanya. Apa ini maknanya?
Perhatikanlah bola lampu listrik. Di dalamnya terdapat kumparan kawat halus yang akan mengalirkan arus listrik. Energi yang ditimbulkan arus listrik itu ‘mengejutkan’ atom-atom dari kawat, lalu elektron-elektron akan loncat ke luar dari orbitnya, membentuk orbit baru, tapi segera kembali lagi ke orbit semula. Di sini peranan energilah yang menyebabkan keluar-masuknya elektron-elektron tersebut. Peristiwa inilah yang kita lihat sebagai cahaya dan panas dari lampu listrik tadi. Lantas, bagaimana dengan Matahari?
Begitu pula Matahari. Bahkan Matahari terbentuk berkat terkejutnya gas-gas antar bintang. Kejutan-kejutan itu membangkitkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang radio, panas, cahaya, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.
Matahari adalah sebuah bola gas yang sangat besar. Mengapa disebut bola gas? Karena bentuknya persis seperti bola dan merupakan gumpalan gas-gas yang amat panas. Bahkan pada terasnya, di bawah himpitan timbunan bahan yang tekanannya beberapa juta juta ton pada setiap sentimeter persegi, atom gas Matahari masih memiliki sifat gas sehingga bergerak bebas dan menahan himpitan luar biasa yang ditimpakan padanya.
Jadi jangan dikira, Matahari itu benda padat. Tak ada bagian yang padat di sana. Qur’an menyebutnya “siraaja”. Bisa diartikan pelita. Bisa diartikan api. Semuanya serba gas. Cuma, gasnya lain dengan gas yang ada di Bumi, sebab kerapatannya tinggi sekali. Artinya, sekalipun bahannya terdiri dari gas, namun jarak antar partikel yang berdekatan seolah ‘dempet’. Mampat, begitu.
Tapi mengapa bisa menggumpal menjadi sebentuk bola besar? Padahal yang kita ketahui selama ini ‘kan, sifat gas itu mengisi ruang sebesar-besarnya. Jawabnya, jutaan ton gas-gas yang panas yang membentuk Matahari itu mengalami gaya gravitasi (tarik menarik) sehingga seolah gas-gas tersebut diikatnya. Ada kurang lebih 536 kuadrilyun kilometer kubik gas kelewat panas terkandung di dalamnya. Bobotnya saja mencapai lebih dari dua oktilyun ton atau secara awamnya sebut saja dua milyar milyar milyar ton. Padahal dalam pengertian modern Matahari hanyalah seumpama katak dalam kolam tata surya dan satu diantara bermilyar-milyar bintang berukuran sedang lainnya.
Yang paling menarik adalah bentuk fisik Matahari. Temperaturnya tinggi sekali. Di permukaan saja, temperaturnya 6.000 derajat Celcius. Makin ke dalam makin panas. Bahkan bisa mencapai 15-20 juta derajat Celcius. Akibatnya, semua jenis batuan dan logam tak akan ditemukan di sana. Tak ada yang tahan pada panas setinggi itu. Semua tidak saja mencair, melainkan langsung menguap menjadi gas. Itu sebabnya Matahari tidak padat seperti Bumi. Matahari adalah “siraajaw wahhaja”, pelita/api (gas) yang sangat kuat nyala (energinya). Mengapa? Apa yang menyebabkan demikian bisa terjadi?
Inilah yang Allah jelaskan dengan kata-simbol “tsaqib” (artinya yang membakar) yang tercantum dalam surat 86 (Ath-Thariq) ayat 3:
“…yaitu bintang yang membakar (dirinya sendiri)”. (QS. Ath-Thariq 86: 3)
Bahkan kata “tsaqib” ini tidak hanya berlaku untuk menerangkan proses yang terjadi di dalam teras (inti) Matahari saja. Proses yang sama juga berlangsung pada bintang-bintang lain. Yaitu reaksi nuklir di pusat bintang di pusat bintang (dan Matahari) yang ditandai oleh reaksi pembakaran Hidrogen menjadi Helium, atau dengan kata lain proses fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Proses ini “bersaudara dekat” dengan reaksi ledakan bom H, tetapi reaksi nuklir Matahari tertahan dan terkungkung dalam gas elastis di sekitar inti Matahari yang besarnya beribu-ribu trilyun kilometer kubik.
Dalam dunia mikro (renik), setiap fusi merupakan urutan tiga macam benturan antar inti atom. Langkah urutan benturan itu tidak sama besarnya. Dalam kenyataan benturan yang pertama hanya dapat terjadi sekali dalam tujuh milyar tahun, benturan kedua sekali dalam empat detik, dan benturan ketiga terjadi sekali dalam 400.000 tahun. Walaupun jangka waktu benturan pertama dan benturan ketiga itu kelihatannya sangat panjang, tetapi jumlah atom yang ada di dalam Matahari begitu melimpah sehingga tiap macam benturan berulang secara konstan (ajeg) dan memungkinkan fusi tersebut berlangsung secara sinambung.
Pada benturan fusi pertama, duproton –inti Hidrogen yang telah kehilangan elektron pengiringnya- dengan hebat bersatu menjadi Deuterium namanya. Akibat benturan kedua proton itu, laksana bunga api, dua pecahan sisa bahan tadi membawa pergi pusa (momentum) dan muatan listrik yang tidak diperlukan. Satu diantaranya, yakni neutrino, merupakan zarah yang sangat kecil, dalam skala sub atom sekalipun. Zarah ini tidak mempunyai massa maupun muatan listrik dan sangat lambat bereaksi dengan unsur lain. Maka zarah ini langsung menerobos apa saja, dan lolos tanpa meninggalkan noda meninggalkan Matahari, bahkan meninggalkan tata surya. Ya, ibarat bayar pajak sajalah bagi Matahari kepada angkasa kosong dan dingin di sekitarnya.
Sementara itu pecahan lainnya, yakni zarah yang bermuatan positif, atau positron, tidak dapat bergerak jauh melintasi gas yang tebal dan rapat di sekitarnya tanpa menubruk elektron –yakni zarah yang bermuatan negatif. Apabila tubrukan antara positron dan elektron itu terjadi, maka kedua zarah yang berlawanan itu akan saling membinasakan. Mereka musnah, dan mengeluarkan energi yang amat hebat.
Inti deuterium yang dihasilkan pada langkah pertama fusi ini terdiri dari proton dan neutron, yakni gabungan zarah yang massanya hampir dua kali massa proton, tetapi sifatnya mudah bereaksi. Pada kesempatan pertama, deuterium akan segera menangkap dan menelan inti Hidrogen yang bergerak lincah di sekitarnya. Dari perkawinan antara kedua ‘makhluk’ ini, lahirlah unsur baru, yakni Helium-3 yang terdiri dari dua proton dan satu neutron.
Dalam benturan antara deuterium dan inti hidrogen tadi, terciptalah energi radiasi sinar Gamma. Sinar ini gelombangnya pendek sekali, tapi tenaganya serta daya tembus dan daya rusaknya paling kuat diantara seluruh spektrum gelombang elektromagnetik yang ada.
Pada benturan fusi yang ketiga dan terakhir, inti Helium-3 tadi mengatur dirinya untuk menjadi inti Helium-4 biasa, yaitu yang terdiri dari dua neutron dan dua proton. Caranya ialah dengan bergabung bersama zarah Helium-3 lainnya yang juga terbentuk dengan cara yang sama dengan dirinya. Dengan terbentuknya Helium-4 yang relatif stabil ini, berakhirlah proses ‘pembakaran’ inti Hidrogen jadi Helium dengan meninggalkan sisa dua proton. Dua proton sisa ini kemudian akan terpelanting dan akhirnya akan membentur proton lain, dan berfusi (bergabung) membentuk inti deuterium lagi. Dengan demikian proses daur ‘pembakaran’ nuklir itu berulang kembali seperti proses yang telah diuraikan di atas. Demikian Allah menetapkan ‘taqdir’-nya sehingga proses transformasi Hidrogen-Helium itu bisa terus berulang, sampai ‘ajal’-nya.
Masing-masing reaksi fusi tersebut tiap detik mengubah 657 juta ton hidrogen Matahari menjadi 652,5 juta ton abu Helium. Empat setengah juta ton massa yang hilang diubah menjadi sinar Gamma dan neutrino.
Sinar Gamma yang muncul dari jantung Matahari itu pertama-tama diubah menjadi sinar-X (yakni semacam sinar yang panjang gelombangnya antara 2,7 sampai 270 permilyar sentimeter) dan sinar ultraviolet (yang memiliki panjang gelombang antara 270 permilyar sampai tujuh persejuta sentimeter). Kedua sinar ini membentuk elektron atom hingga atom itu mengeluarkan cahaya kasat mata seperti yang kita alami di bumi ini. Dengan cahaya kasat mata inilah kita bisa melihat isi dunia ini. Dalam hal ini patut kita bersyukur, sebab seandainya sinar gamma yang sampai ke permukaan Matahari itu sebagaimana wujud aslinya,. Maka akibat yang akan terjadi adalah menyebarnya sinar maut ini ke seluruh tata surya. Kita pun tak mungkin bisa hidup.
Manfaat matahari
• Matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi. Energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya.
• Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari.
• Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet lainnya. Tanpa matahari, sulit membayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
Bagaimana Dengan Bulan?
Di sini, lagi-lagi Qur’an tampil memukau para ahli ilmu pengetahuan. Secara tepat Qur’an memberikan ilustrasi yang sangat sederhana, namun berisi nilai ilmiah yang sangat tinggi, yang belum mungkin terjangkau oleh manusia-manusia sezaman dengan Rasulullah.
“Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam universe ini galaksi dan Dia jadikan pula padanya Matahari dan bulan yang ‘muniir’
”Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.”(QS.Al-Furan 25: 61).
“Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya”. (QS. Yunus 10: 5)
Bulan disebut oleh Al-Qur’an sebagai ‘muniir’, artinya yang bercahaya, atau lebih tepatnya, dikenai cahaya lalu dipantulkan kembali. Sedangkan Matahari bagaikan pelita, artinya memproduksi sendiri panas dan cahaya, kemudian menyinari sekelilingnya.
Dalam kenyataan bagaimana? Memang begitulah yang sebenarnya terjadi. Sebagaimana tadi telah dibahas, Matahari memang memproduksi sendiri panas dan cahaya, lalu menyinari sekelilingnya hingga kita bisa menikmati kehidupan di Bumi. Sedangkan Bulan, sekalipun tampak oleh mata bercahaya, tapi sebetulnya bukan dari dirinya sendiri. Bulan menerima cahaya Matahari, kemudian memantulkannya kembali ke Bumi, hingga mata melihatnya seperti bercahaya sendiri.



























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tak dapat disangkal lagi, Qur’an memang betul-betul “kitab kehidupan”, di dalamnya tidak saja memuat ritus-ritus ibadah, dalam arti sempit, melainkan juga punya porsi yang besar di bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Salah satu diantaranya, seperti telah tersinggung tadi, adalah berkenaan dengan Matahari dan Bulan.
Dengan jelas, beralasan, dan tepat Qur’an memberikan gambaran “kelakuan” alam semesta. Masalahnya kini tergantung bagaimana manusia mampu menangkap ‘isyarat-isyarat’ yang disampaikan Qur’an itu dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Bagaimana ia mampu membaca (iqra’) tidak saja ayat-ayat Qur’aniyyah, tapi juga ayat-ayat Kauniyyah yang tersebar luas pada alam semesta ini. Keduanya penuh simbol-simbol (ayat) realitas objektif yang selalu menantang manusia meraihnya dengan kekuatan (bisulthaan) akal pikiran yang dianugerahkan Allah pada-Nya, sebagai bukti syukur kita pada kasih sayang-Nya.
”Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”
(Qs Luqman 31:31)



Menjelajah keluasan langit menembus kedalaman Al Quran tajmaludin maret 2006
^ Groves, Colin (16 September 2005). Wilson, D. E., dan Reeder, D. M. (eds). ed. Mammal Species of the World (edisi ke-edisi ketiga). Johns Hopkins University Press. ISBN 0-801-88221-4.
Jablonski, N.G. & Chaplin, G. "Evolusi pewarnaan kulit manusia." Catatan Teratur Evolusi Manusia 39 (2000) 57-106. (dalam bentuk pdf)
Robins, A.H. Perspektif Biologis pada Pigmentasi Manusia. Cambridge: Cambridge University Press, 1991.



makalah hadist tarbawi

BAB I
PENDAHULUAN
”Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.As-Syams 91 : 1 -10)
Cahaya (Nur) adalah media pembawa informasi dari langit. Sebenarnya cahaya dan gelombang elektromagnetik (EM) lainnya merupakan bahasa universal yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan makhjluk yang jauh di alam semesta.Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik.Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matahari adalah sumber cahaya utama di bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan.Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun cahaya dapat dipantulkan.
Bulan adalah satelit alami Bumi yang berukuran seperempat ukuran Bumi dan beredar mengelilinginya setiap 27.3 hari, pada jarak rata-rata 384,400 kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya dan cahaya bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari. Dan cahaya ini tidak memantul dari bumi. Tetapi kadang-kadang cahanya dari bumi juga. Jadi cahaya dari matahari langsung sampai ke bulan. Bulan mempunyai diameter 3,476 kilometer dengan gaya gravitasi hanya 0.16 = (1/6) gaya gravitasi bumi. Terbentuknya Bulan dipercaya berasal daripada obyek sebesar Mars yang menghantam Bumi lalu pecah. Inti obyek tersebut menghantam bumi, tetapi lapisan luar Bumi terpelanting dan terperangkap dalam orbit mengelilingi Bumi lalu membentuk Bulan.

















BAB II
PEMBAHASAN
“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita”
(Qs.Nuh 71 : 16)
Sesungguhnya, al-Qur’an itu menurut sifatnya adalah qadrat Allah di alam ini yang mengandung pengertian luas sesuai dengan sifatnya. Al-Qur’an diungkapkan dengan jitu, mendalam dan dapat dipahami oleh orang Arab sejak empat belas abad yang lalu sesuai dengan kemampuan jangkauan akalnya. Juga dipahami oleh orang-orang modern secara aktual, sesuai dengan penemuan ilmiah di seantero dunia ini. Di dalam al-Qur’an banyak kita batasi dengan dua contoh yang berkenaan dengan kisah Nabi Nuh as. Diterangkan dalam al-Qur’an, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita” Qs. 71 : 16
Allah menerangkan bahwa matahari adalah bagaikan pelita yang dapat menerangi dengan nyala api yang ditimbulan oleh bahan bakar minyak atau spiritus. Dikatakan bahwa pelita itu adalah sumber cahaya (dapat menimbulkan cahaya dengan sendirinya, bukan memantulkan cahaya yang datang dari benda lain). Ilmu pengetahuan juga menerangkan bahwa matahari adalah planet yang berpijar, memancarkan cahayanya kepada planet-planet lain. Termasuk bulan yang pada waktu malam kelihatan bercahaya, sebenarnya bulan bukan sumber cahaya. Tetapi bulan sebagai pemantul sinar yang datang dari matahari ke planet bumi ini. Tepat sekali istilah al-Qur’an yang mengatakan bahwa bulan itu adalah nur (cahaya) bukan siraaj (pelita), karena bulan adalah benda yang tidak mengeluarkan nyala api, atau dapat dikatakan bahwa bulan adalah satelit bumi yang gelap.
Ayat al-Qur’an sebagai ungkapan perkataan Nabi Nuh sebagai berikut, ‘Dan Allah menumbuhkan kami dari tanah dengan sebaiknya.’ Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Allah menyempurnakan hidup kita ini dari tumbuh-tumbuhan. Maksudnya, kelangsungan hidup kita ini tergantung dari tumbuh-tumbuhan. Adalah sangat menakjubkan sekali bahwa ayat ini sebenarnya menerangkan hakekat ilmiah dan bersesuaian dengan apa yang diterangkan dalam sebuah buku ilmiah menjadi ‘air adalah benda alam yang luar biasa’. Para sarjana biologi menetapkan bahwa tumbuh-tumbuhan adalah kebutuhan primer makhluk hidup seperti hewan, termasuk juga manusia. Bahkan semua bakteri pun dapat hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan atau sari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seperti kita makan ikan umpamanya, sebenarnya kita memakan tumbuh-tumbuhan.
Kenapa demikian, karena ikan-ikan besar hidup dengan memakan ikan-ikan kecil atau hewan-hewan kecil lain, demikian seterusnya. Akhirnya jika kita teruskan siklus ini akan sampai kepada tumbuhan sebagai akhirnya. Maka tumbuh-tumbuhan adalah asas kehidupan yang paling tua, setua jenis manusia itu sendiri. Demikianlah keterangan yang dapat kita peroleh dari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang makanan manusia dan unsur-unsur lain yang hidup dari makanan itu.
Ilustrasi Al-Qur’an tentang Matahari dan Bulan
Bagi manusia, Matahari adalah benda alam semesta yang sangat penting. Pada Matahari-lah terletak seluruh nasib tata surya. Matahari-lah mata kisaran semua komet, asteroid, dan planet. Matahari-lah pemancar tenaga seantero tata surya, pengatur dan pengocok perubahannya, pembangkit segala gerak utamanya. Matahari-lah lampu yang paling terang, massa yang paling berat. Matahari-lah penopang kehidupan dan raja seluruh lingkungan kosmik manusia. Kehidupan di Bumi dan kelangsungannya amat tergantung pada “tungku” raksasa itu.
Mengapa Matahari Bersinar?
Tuhan berfirman, “Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam alam ini gugusan bintang (galaksi) dan Dia jadikan pula padanya ‘siraaja’ (Matahari) dan bulan yang bercahaya”. (QS. Al-Furqan 25: 61). Lalu dalam ayat lain, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai ‘nuur’ dan menjadikan matahari sebagai ‘siraaja’ (pelita)”. (QS.Nuh 71: 16)
Dalam kedua ayat ini Allah menyebutkan secara simbolis bahwa Matahari itu tak ubahnya laksana pelita. Bahkan dalam surat 78 (An-Naba’) ayat 13,
”dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)” (QS. An-Naba 78:13). Matahari itu disebut “siraajaw wahhaja” yang artinya pelita (lampu) yang sangat kuat nyalanya. Apa ini maknanya?
Perhatikanlah bola lampu listrik. Di dalamnya terdapat kumparan kawat halus yang akan mengalirkan arus listrik. Energi yang ditimbulkan arus listrik itu ‘mengejutkan’ atom-atom dari kawat, lalu elektron-elektron akan loncat ke luar dari orbitnya, membentuk orbit baru, tapi segera kembali lagi ke orbit semula. Di sini peranan energilah yang menyebabkan keluar-masuknya elektron-elektron tersebut. Peristiwa inilah yang kita lihat sebagai cahaya dan panas dari lampu listrik tadi. Lantas, bagaimana dengan Matahari?
Begitu pula Matahari. Bahkan Matahari terbentuk berkat terkejutnya gas-gas antar bintang. Kejutan-kejutan itu membangkitkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang radio, panas, cahaya, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.
Matahari adalah sebuah bola gas yang sangat besar. Mengapa disebut bola gas? Karena bentuknya persis seperti bola dan merupakan gumpalan gas-gas yang amat panas. Bahkan pada terasnya, di bawah himpitan timbunan bahan yang tekanannya beberapa juta juta ton pada setiap sentimeter persegi, atom gas Matahari masih memiliki sifat gas sehingga bergerak bebas dan menahan himpitan luar biasa yang ditimpakan padanya.
Jadi jangan dikira, Matahari itu benda padat. Tak ada bagian yang padat di sana. Qur’an menyebutnya “siraaja”. Bisa diartikan pelita. Bisa diartikan api. Semuanya serba gas. Cuma, gasnya lain dengan gas yang ada di Bumi, sebab kerapatannya tinggi sekali. Artinya, sekalipun bahannya terdiri dari gas, namun jarak antar partikel yang berdekatan seolah ‘dempet’. Mampat, begitu.
Tapi mengapa bisa menggumpal menjadi sebentuk bola besar? Padahal yang kita ketahui selama ini ‘kan, sifat gas itu mengisi ruang sebesar-besarnya. Jawabnya, jutaan ton gas-gas yang panas yang membentuk Matahari itu mengalami gaya gravitasi (tarik menarik) sehingga seolah gas-gas tersebut diikatnya. Ada kurang lebih 536 kuadrilyun kilometer kubik gas kelewat panas terkandung di dalamnya. Bobotnya saja mencapai lebih dari dua oktilyun ton atau secara awamnya sebut saja dua milyar milyar milyar ton. Padahal dalam pengertian modern Matahari hanyalah seumpama katak dalam kolam tata surya dan satu diantara bermilyar-milyar bintang berukuran sedang lainnya.
Yang paling menarik adalah bentuk fisik Matahari. Temperaturnya tinggi sekali. Di permukaan saja, temperaturnya 6.000 derajat Celcius. Makin ke dalam makin panas. Bahkan bisa mencapai 15-20 juta derajat Celcius. Akibatnya, semua jenis batuan dan logam tak akan ditemukan di sana. Tak ada yang tahan pada panas setinggi itu. Semua tidak saja mencair, melainkan langsung menguap menjadi gas. Itu sebabnya Matahari tidak padat seperti Bumi. Matahari adalah “siraajaw wahhaja”, pelita/api (gas) yang sangat kuat nyala (energinya). Mengapa? Apa yang menyebabkan demikian bisa terjadi?
Inilah yang Allah jelaskan dengan kata-simbol “tsaqib” (artinya yang membakar) yang tercantum dalam surat 86 (Ath-Thariq) ayat 3:
“…yaitu bintang yang membakar (dirinya sendiri)”. (QS. Ath-Thariq 86: 3)
Bahkan kata “tsaqib” ini tidak hanya berlaku untuk menerangkan proses yang terjadi di dalam teras (inti) Matahari saja. Proses yang sama juga berlangsung pada bintang-bintang lain. Yaitu reaksi nuklir di pusat bintang di pusat bintang (dan Matahari) yang ditandai oleh reaksi pembakaran Hidrogen menjadi Helium, atau dengan kata lain proses fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Proses ini “bersaudara dekat” dengan reaksi ledakan bom H, tetapi reaksi nuklir Matahari tertahan dan terkungkung dalam gas elastis di sekitar inti Matahari yang besarnya beribu-ribu trilyun kilometer kubik.
Dalam dunia mikro (renik), setiap fusi merupakan urutan tiga macam benturan antar inti atom. Langkah urutan benturan itu tidak sama besarnya. Dalam kenyataan benturan yang pertama hanya dapat terjadi sekali dalam tujuh milyar tahun, benturan kedua sekali dalam empat detik, dan benturan ketiga terjadi sekali dalam 400.000 tahun. Walaupun jangka waktu benturan pertama dan benturan ketiga itu kelihatannya sangat panjang, tetapi jumlah atom yang ada di dalam Matahari begitu melimpah sehingga tiap macam benturan berulang secara konstan (ajeg) dan memungkinkan fusi tersebut berlangsung secara sinambung.
Pada benturan fusi pertama, duproton –inti Hidrogen yang telah kehilangan elektron pengiringnya- dengan hebat bersatu menjadi Deuterium namanya. Akibat benturan kedua proton itu, laksana bunga api, dua pecahan sisa bahan tadi membawa pergi pusa (momentum) dan muatan listrik yang tidak diperlukan. Satu diantaranya, yakni neutrino, merupakan zarah yang sangat kecil, dalam skala sub atom sekalipun. Zarah ini tidak mempunyai massa maupun muatan listrik dan sangat lambat bereaksi dengan unsur lain. Maka zarah ini langsung menerobos apa saja, dan lolos tanpa meninggalkan noda meninggalkan Matahari, bahkan meninggalkan tata surya. Ya, ibarat bayar pajak sajalah bagi Matahari kepada angkasa kosong dan dingin di sekitarnya.
Sementara itu pecahan lainnya, yakni zarah yang bermuatan positif, atau positron, tidak dapat bergerak jauh melintasi gas yang tebal dan rapat di sekitarnya tanpa menubruk elektron –yakni zarah yang bermuatan negatif. Apabila tubrukan antara positron dan elektron itu terjadi, maka kedua zarah yang berlawanan itu akan saling membinasakan. Mereka musnah, dan mengeluarkan energi yang amat hebat.
Inti deuterium yang dihasilkan pada langkah pertama fusi ini terdiri dari proton dan neutron, yakni gabungan zarah yang massanya hampir dua kali massa proton, tetapi sifatnya mudah bereaksi. Pada kesempatan pertama, deuterium akan segera menangkap dan menelan inti Hidrogen yang bergerak lincah di sekitarnya. Dari perkawinan antara kedua ‘makhluk’ ini, lahirlah unsur baru, yakni Helium-3 yang terdiri dari dua proton dan satu neutron.
Dalam benturan antara deuterium dan inti hidrogen tadi, terciptalah energi radiasi sinar Gamma. Sinar ini gelombangnya pendek sekali, tapi tenaganya serta daya tembus dan daya rusaknya paling kuat diantara seluruh spektrum gelombang elektromagnetik yang ada.
Pada benturan fusi yang ketiga dan terakhir, inti Helium-3 tadi mengatur dirinya untuk menjadi inti Helium-4 biasa, yaitu yang terdiri dari dua neutron dan dua proton. Caranya ialah dengan bergabung bersama zarah Helium-3 lainnya yang juga terbentuk dengan cara yang sama dengan dirinya. Dengan terbentuknya Helium-4 yang relatif stabil ini, berakhirlah proses ‘pembakaran’ inti Hidrogen jadi Helium dengan meninggalkan sisa dua proton. Dua proton sisa ini kemudian akan terpelanting dan akhirnya akan membentur proton lain, dan berfusi (bergabung) membentuk inti deuterium lagi. Dengan demikian proses daur ‘pembakaran’ nuklir itu berulang kembali seperti proses yang telah diuraikan di atas. Demikian Allah menetapkan ‘taqdir’-nya sehingga proses transformasi Hidrogen-Helium itu bisa terus berulang, sampai ‘ajal’-nya.
Masing-masing reaksi fusi tersebut tiap detik mengubah 657 juta ton hidrogen Matahari menjadi 652,5 juta ton abu Helium. Empat setengah juta ton massa yang hilang diubah menjadi sinar Gamma dan neutrino.
Sinar Gamma yang muncul dari jantung Matahari itu pertama-tama diubah menjadi sinar-X (yakni semacam sinar yang panjang gelombangnya antara 2,7 sampai 270 permilyar sentimeter) dan sinar ultraviolet (yang memiliki panjang gelombang antara 270 permilyar sampai tujuh persejuta sentimeter). Kedua sinar ini membentuk elektron atom hingga atom itu mengeluarkan cahaya kasat mata seperti yang kita alami di bumi ini. Dengan cahaya kasat mata inilah kita bisa melihat isi dunia ini. Dalam hal ini patut kita bersyukur, sebab seandainya sinar gamma yang sampai ke permukaan Matahari itu sebagaimana wujud aslinya,. Maka akibat yang akan terjadi adalah menyebarnya sinar maut ini ke seluruh tata surya. Kita pun tak mungkin bisa hidup.
Manfaat matahari
• Matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi. Energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya.
• Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari.
• Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet lainnya. Tanpa matahari, sulit membayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
Bagaimana Dengan Bulan?
Di sini, lagi-lagi Qur’an tampil memukau para ahli ilmu pengetahuan. Secara tepat Qur’an memberikan ilustrasi yang sangat sederhana, namun berisi nilai ilmiah yang sangat tinggi, yang belum mungkin terjangkau oleh manusia-manusia sezaman dengan Rasulullah.
“Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam universe ini galaksi dan Dia jadikan pula padanya Matahari dan bulan yang ‘muniir’
”Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.”(QS.Al-Furan 25: 61).
“Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya”. (QS. Yunus 10: 5)
Bulan disebut oleh Al-Qur’an sebagai ‘muniir’, artinya yang bercahaya, atau lebih tepatnya, dikenai cahaya lalu dipantulkan kembali. Sedangkan Matahari bagaikan pelita, artinya memproduksi sendiri panas dan cahaya, kemudian menyinari sekelilingnya.
Dalam kenyataan bagaimana? Memang begitulah yang sebenarnya terjadi. Sebagaimana tadi telah dibahas, Matahari memang memproduksi sendiri panas dan cahaya, lalu menyinari sekelilingnya hingga kita bisa menikmati kehidupan di Bumi. Sedangkan Bulan, sekalipun tampak oleh mata bercahaya, tapi sebetulnya bukan dari dirinya sendiri. Bulan menerima cahaya Matahari, kemudian memantulkannya kembali ke Bumi, hingga mata melihatnya seperti bercahaya sendiri.



























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tak dapat disangkal lagi, Qur’an memang betul-betul “kitab kehidupan”, di dalamnya tidak saja memuat ritus-ritus ibadah, dalam arti sempit, melainkan juga punya porsi yang besar di bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Salah satu diantaranya, seperti telah tersinggung tadi, adalah berkenaan dengan Matahari dan Bulan.
Dengan jelas, beralasan, dan tepat Qur’an memberikan gambaran “kelakuan” alam semesta. Masalahnya kini tergantung bagaimana manusia mampu menangkap ‘isyarat-isyarat’ yang disampaikan Qur’an itu dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Bagaimana ia mampu membaca (iqra’) tidak saja ayat-ayat Qur’aniyyah, tapi juga ayat-ayat Kauniyyah yang tersebar luas pada alam semesta ini. Keduanya penuh simbol-simbol (ayat) realitas objektif yang selalu menantang manusia meraihnya dengan kekuatan (bisulthaan) akal pikiran yang dianugerahkan Allah pada-Nya, sebagai bukti syukur kita pada kasih sayang-Nya.
”Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”
(Qs Luqman 31:31)



Menjelajah keluasan langit menembus kedalaman Al Quran tajmaludin maret 2006
^ Groves, Colin (16 September 2005). Wilson, D. E., dan Reeder, D. M. (eds). ed. Mammal Species of the World (edisi ke-edisi ketiga). Johns Hopkins University Press. ISBN 0-801-88221-4.
Jablonski, N.G. & Chaplin, G. "Evolusi pewarnaan kulit manusia." Catatan Teratur Evolusi Manusia 39 (2000) 57-106. (dalam bentuk pdf)
Robins, A.H. Perspektif Biologis pada Pigmentasi Manusia. Cambridge: Cambridge University Press, 1991.



makalah hadist tarbawi

BAB I
PENDAHULUAN
”Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.As-Syams 91 : 1 -10)
Cahaya (Nur) adalah media pembawa informasi dari langit. Sebenarnya cahaya dan gelombang elektromagnetik (EM) lainnya merupakan bahasa universal yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan makhjluk yang jauh di alam semesta.Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik.Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matahari adalah sumber cahaya utama di bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan.Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun cahaya dapat dipantulkan.
Bulan adalah satelit alami Bumi yang berukuran seperempat ukuran Bumi dan beredar mengelilinginya setiap 27.3 hari, pada jarak rata-rata 384,400 kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya dan cahaya bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari. Dan cahaya ini tidak memantul dari bumi. Tetapi kadang-kadang cahanya dari bumi juga. Jadi cahaya dari matahari langsung sampai ke bulan. Bulan mempunyai diameter 3,476 kilometer dengan gaya gravitasi hanya 0.16 = (1/6) gaya gravitasi bumi. Terbentuknya Bulan dipercaya berasal daripada obyek sebesar Mars yang menghantam Bumi lalu pecah. Inti obyek tersebut menghantam bumi, tetapi lapisan luar Bumi terpelanting dan terperangkap dalam orbit mengelilingi Bumi lalu membentuk Bulan.

















BAB II
PEMBAHASAN
“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita”
(Qs.Nuh 71 : 16)
Sesungguhnya, al-Qur’an itu menurut sifatnya adalah qadrat Allah di alam ini yang mengandung pengertian luas sesuai dengan sifatnya. Al-Qur’an diungkapkan dengan jitu, mendalam dan dapat dipahami oleh orang Arab sejak empat belas abad yang lalu sesuai dengan kemampuan jangkauan akalnya. Juga dipahami oleh orang-orang modern secara aktual, sesuai dengan penemuan ilmiah di seantero dunia ini. Di dalam al-Qur’an banyak kita batasi dengan dua contoh yang berkenaan dengan kisah Nabi Nuh as. Diterangkan dalam al-Qur’an, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita” Qs. 71 : 16
Allah menerangkan bahwa matahari adalah bagaikan pelita yang dapat menerangi dengan nyala api yang ditimbulan oleh bahan bakar minyak atau spiritus. Dikatakan bahwa pelita itu adalah sumber cahaya (dapat menimbulkan cahaya dengan sendirinya, bukan memantulkan cahaya yang datang dari benda lain). Ilmu pengetahuan juga menerangkan bahwa matahari adalah planet yang berpijar, memancarkan cahayanya kepada planet-planet lain. Termasuk bulan yang pada waktu malam kelihatan bercahaya, sebenarnya bulan bukan sumber cahaya. Tetapi bulan sebagai pemantul sinar yang datang dari matahari ke planet bumi ini. Tepat sekali istilah al-Qur’an yang mengatakan bahwa bulan itu adalah nur (cahaya) bukan siraaj (pelita), karena bulan adalah benda yang tidak mengeluarkan nyala api, atau dapat dikatakan bahwa bulan adalah satelit bumi yang gelap.
Ayat al-Qur’an sebagai ungkapan perkataan Nabi Nuh sebagai berikut, ‘Dan Allah menumbuhkan kami dari tanah dengan sebaiknya.’ Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Allah menyempurnakan hidup kita ini dari tumbuh-tumbuhan. Maksudnya, kelangsungan hidup kita ini tergantung dari tumbuh-tumbuhan. Adalah sangat menakjubkan sekali bahwa ayat ini sebenarnya menerangkan hakekat ilmiah dan bersesuaian dengan apa yang diterangkan dalam sebuah buku ilmiah menjadi ‘air adalah benda alam yang luar biasa’. Para sarjana biologi menetapkan bahwa tumbuh-tumbuhan adalah kebutuhan primer makhluk hidup seperti hewan, termasuk juga manusia. Bahkan semua bakteri pun dapat hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan atau sari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seperti kita makan ikan umpamanya, sebenarnya kita memakan tumbuh-tumbuhan.
Kenapa demikian, karena ikan-ikan besar hidup dengan memakan ikan-ikan kecil atau hewan-hewan kecil lain, demikian seterusnya. Akhirnya jika kita teruskan siklus ini akan sampai kepada tumbuhan sebagai akhirnya. Maka tumbuh-tumbuhan adalah asas kehidupan yang paling tua, setua jenis manusia itu sendiri. Demikianlah keterangan yang dapat kita peroleh dari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang makanan manusia dan unsur-unsur lain yang hidup dari makanan itu.
Ilustrasi Al-Qur’an tentang Matahari dan Bulan
Bagi manusia, Matahari adalah benda alam semesta yang sangat penting. Pada Matahari-lah terletak seluruh nasib tata surya. Matahari-lah mata kisaran semua komet, asteroid, dan planet. Matahari-lah pemancar tenaga seantero tata surya, pengatur dan pengocok perubahannya, pembangkit segala gerak utamanya. Matahari-lah lampu yang paling terang, massa yang paling berat. Matahari-lah penopang kehidupan dan raja seluruh lingkungan kosmik manusia. Kehidupan di Bumi dan kelangsungannya amat tergantung pada “tungku” raksasa itu.
Mengapa Matahari Bersinar?
Tuhan berfirman, “Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam alam ini gugusan bintang (galaksi) dan Dia jadikan pula padanya ‘siraaja’ (Matahari) dan bulan yang bercahaya”. (QS. Al-Furqan 25: 61). Lalu dalam ayat lain, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai ‘nuur’ dan menjadikan matahari sebagai ‘siraaja’ (pelita)”. (QS.Nuh 71: 16)
Dalam kedua ayat ini Allah menyebutkan secara simbolis bahwa Matahari itu tak ubahnya laksana pelita. Bahkan dalam surat 78 (An-Naba’) ayat 13,
”dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)” (QS. An-Naba 78:13). Matahari itu disebut “siraajaw wahhaja” yang artinya pelita (lampu) yang sangat kuat nyalanya. Apa ini maknanya?
Perhatikanlah bola lampu listrik. Di dalamnya terdapat kumparan kawat halus yang akan mengalirkan arus listrik. Energi yang ditimbulkan arus listrik itu ‘mengejutkan’ atom-atom dari kawat, lalu elektron-elektron akan loncat ke luar dari orbitnya, membentuk orbit baru, tapi segera kembali lagi ke orbit semula. Di sini peranan energilah yang menyebabkan keluar-masuknya elektron-elektron tersebut. Peristiwa inilah yang kita lihat sebagai cahaya dan panas dari lampu listrik tadi. Lantas, bagaimana dengan Matahari?
Begitu pula Matahari. Bahkan Matahari terbentuk berkat terkejutnya gas-gas antar bintang. Kejutan-kejutan itu membangkitkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang radio, panas, cahaya, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.
Matahari adalah sebuah bola gas yang sangat besar. Mengapa disebut bola gas? Karena bentuknya persis seperti bola dan merupakan gumpalan gas-gas yang amat panas. Bahkan pada terasnya, di bawah himpitan timbunan bahan yang tekanannya beberapa juta juta ton pada setiap sentimeter persegi, atom gas Matahari masih memiliki sifat gas sehingga bergerak bebas dan menahan himpitan luar biasa yang ditimpakan padanya.
Jadi jangan dikira, Matahari itu benda padat. Tak ada bagian yang padat di sana. Qur’an menyebutnya “siraaja”. Bisa diartikan pelita. Bisa diartikan api. Semuanya serba gas. Cuma, gasnya lain dengan gas yang ada di Bumi, sebab kerapatannya tinggi sekali. Artinya, sekalipun bahannya terdiri dari gas, namun jarak antar partikel yang berdekatan seolah ‘dempet’. Mampat, begitu.
Tapi mengapa bisa menggumpal menjadi sebentuk bola besar? Padahal yang kita ketahui selama ini ‘kan, sifat gas itu mengisi ruang sebesar-besarnya. Jawabnya, jutaan ton gas-gas yang panas yang membentuk Matahari itu mengalami gaya gravitasi (tarik menarik) sehingga seolah gas-gas tersebut diikatnya. Ada kurang lebih 536 kuadrilyun kilometer kubik gas kelewat panas terkandung di dalamnya. Bobotnya saja mencapai lebih dari dua oktilyun ton atau secara awamnya sebut saja dua milyar milyar milyar ton. Padahal dalam pengertian modern Matahari hanyalah seumpama katak dalam kolam tata surya dan satu diantara bermilyar-milyar bintang berukuran sedang lainnya.
Yang paling menarik adalah bentuk fisik Matahari. Temperaturnya tinggi sekali. Di permukaan saja, temperaturnya 6.000 derajat Celcius. Makin ke dalam makin panas. Bahkan bisa mencapai 15-20 juta derajat Celcius. Akibatnya, semua jenis batuan dan logam tak akan ditemukan di sana. Tak ada yang tahan pada panas setinggi itu. Semua tidak saja mencair, melainkan langsung menguap menjadi gas. Itu sebabnya Matahari tidak padat seperti Bumi. Matahari adalah “siraajaw wahhaja”, pelita/api (gas) yang sangat kuat nyala (energinya). Mengapa? Apa yang menyebabkan demikian bisa terjadi?
Inilah yang Allah jelaskan dengan kata-simbol “tsaqib” (artinya yang membakar) yang tercantum dalam surat 86 (Ath-Thariq) ayat 3:
“…yaitu bintang yang membakar (dirinya sendiri)”. (QS. Ath-Thariq 86: 3)
Bahkan kata “tsaqib” ini tidak hanya berlaku untuk menerangkan proses yang terjadi di dalam teras (inti) Matahari saja. Proses yang sama juga berlangsung pada bintang-bintang lain. Yaitu reaksi nuklir di pusat bintang di pusat bintang (dan Matahari) yang ditandai oleh reaksi pembakaran Hidrogen menjadi Helium, atau dengan kata lain proses fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Proses ini “bersaudara dekat” dengan reaksi ledakan bom H, tetapi reaksi nuklir Matahari tertahan dan terkungkung dalam gas elastis di sekitar inti Matahari yang besarnya beribu-ribu trilyun kilometer kubik.
Dalam dunia mikro (renik), setiap fusi merupakan urutan tiga macam benturan antar inti atom. Langkah urutan benturan itu tidak sama besarnya. Dalam kenyataan benturan yang pertama hanya dapat terjadi sekali dalam tujuh milyar tahun, benturan kedua sekali dalam empat detik, dan benturan ketiga terjadi sekali dalam 400.000 tahun. Walaupun jangka waktu benturan pertama dan benturan ketiga itu kelihatannya sangat panjang, tetapi jumlah atom yang ada di dalam Matahari begitu melimpah sehingga tiap macam benturan berulang secara konstan (ajeg) dan memungkinkan fusi tersebut berlangsung secara sinambung.
Pada benturan fusi pertama, duproton –inti Hidrogen yang telah kehilangan elektron pengiringnya- dengan hebat bersatu menjadi Deuterium namanya. Akibat benturan kedua proton itu, laksana bunga api, dua pecahan sisa bahan tadi membawa pergi pusa (momentum) dan muatan listrik yang tidak diperlukan. Satu diantaranya, yakni neutrino, merupakan zarah yang sangat kecil, dalam skala sub atom sekalipun. Zarah ini tidak mempunyai massa maupun muatan listrik dan sangat lambat bereaksi dengan unsur lain. Maka zarah ini langsung menerobos apa saja, dan lolos tanpa meninggalkan noda meninggalkan Matahari, bahkan meninggalkan tata surya. Ya, ibarat bayar pajak sajalah bagi Matahari kepada angkasa kosong dan dingin di sekitarnya.
Sementara itu pecahan lainnya, yakni zarah yang bermuatan positif, atau positron, tidak dapat bergerak jauh melintasi gas yang tebal dan rapat di sekitarnya tanpa menubruk elektron –yakni zarah yang bermuatan negatif. Apabila tubrukan antara positron dan elektron itu terjadi, maka kedua zarah yang berlawanan itu akan saling membinasakan. Mereka musnah, dan mengeluarkan energi yang amat hebat.
Inti deuterium yang dihasilkan pada langkah pertama fusi ini terdiri dari proton dan neutron, yakni gabungan zarah yang massanya hampir dua kali massa proton, tetapi sifatnya mudah bereaksi. Pada kesempatan pertama, deuterium akan segera menangkap dan menelan inti Hidrogen yang bergerak lincah di sekitarnya. Dari perkawinan antara kedua ‘makhluk’ ini, lahirlah unsur baru, yakni Helium-3 yang terdiri dari dua proton dan satu neutron.
Dalam benturan antara deuterium dan inti hidrogen tadi, terciptalah energi radiasi sinar Gamma. Sinar ini gelombangnya pendek sekali, tapi tenaganya serta daya tembus dan daya rusaknya paling kuat diantara seluruh spektrum gelombang elektromagnetik yang ada.
Pada benturan fusi yang ketiga dan terakhir, inti Helium-3 tadi mengatur dirinya untuk menjadi inti Helium-4 biasa, yaitu yang terdiri dari dua neutron dan dua proton. Caranya ialah dengan bergabung bersama zarah Helium-3 lainnya yang juga terbentuk dengan cara yang sama dengan dirinya. Dengan terbentuknya Helium-4 yang relatif stabil ini, berakhirlah proses ‘pembakaran’ inti Hidrogen jadi Helium dengan meninggalkan sisa dua proton. Dua proton sisa ini kemudian akan terpelanting dan akhirnya akan membentur proton lain, dan berfusi (bergabung) membentuk inti deuterium lagi. Dengan demikian proses daur ‘pembakaran’ nuklir itu berulang kembali seperti proses yang telah diuraikan di atas. Demikian Allah menetapkan ‘taqdir’-nya sehingga proses transformasi Hidrogen-Helium itu bisa terus berulang, sampai ‘ajal’-nya.
Masing-masing reaksi fusi tersebut tiap detik mengubah 657 juta ton hidrogen Matahari menjadi 652,5 juta ton abu Helium. Empat setengah juta ton massa yang hilang diubah menjadi sinar Gamma dan neutrino.
Sinar Gamma yang muncul dari jantung Matahari itu pertama-tama diubah menjadi sinar-X (yakni semacam sinar yang panjang gelombangnya antara 2,7 sampai 270 permilyar sentimeter) dan sinar ultraviolet (yang memiliki panjang gelombang antara 270 permilyar sampai tujuh persejuta sentimeter). Kedua sinar ini membentuk elektron atom hingga atom itu mengeluarkan cahaya kasat mata seperti yang kita alami di bumi ini. Dengan cahaya kasat mata inilah kita bisa melihat isi dunia ini. Dalam hal ini patut kita bersyukur, sebab seandainya sinar gamma yang sampai ke permukaan Matahari itu sebagaimana wujud aslinya,. Maka akibat yang akan terjadi adalah menyebarnya sinar maut ini ke seluruh tata surya. Kita pun tak mungkin bisa hidup.
Manfaat matahari
• Matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi. Energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya.
• Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari.
• Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet lainnya. Tanpa matahari, sulit membayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
Bagaimana Dengan Bulan?
Di sini, lagi-lagi Qur’an tampil memukau para ahli ilmu pengetahuan. Secara tepat Qur’an memberikan ilustrasi yang sangat sederhana, namun berisi nilai ilmiah yang sangat tinggi, yang belum mungkin terjangkau oleh manusia-manusia sezaman dengan Rasulullah.
“Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam universe ini galaksi dan Dia jadikan pula padanya Matahari dan bulan yang ‘muniir’
”Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.”(QS.Al-Furan 25: 61).
“Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya”. (QS. Yunus 10: 5)
Bulan disebut oleh Al-Qur’an sebagai ‘muniir’, artinya yang bercahaya, atau lebih tepatnya, dikenai cahaya lalu dipantulkan kembali. Sedangkan Matahari bagaikan pelita, artinya memproduksi sendiri panas dan cahaya, kemudian menyinari sekelilingnya.
Dalam kenyataan bagaimana? Memang begitulah yang sebenarnya terjadi. Sebagaimana tadi telah dibahas, Matahari memang memproduksi sendiri panas dan cahaya, lalu menyinari sekelilingnya hingga kita bisa menikmati kehidupan di Bumi. Sedangkan Bulan, sekalipun tampak oleh mata bercahaya, tapi sebetulnya bukan dari dirinya sendiri. Bulan menerima cahaya Matahari, kemudian memantulkannya kembali ke Bumi, hingga mata melihatnya seperti bercahaya sendiri.



























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tak dapat disangkal lagi, Qur’an memang betul-betul “kitab kehidupan”, di dalamnya tidak saja memuat ritus-ritus ibadah, dalam arti sempit, melainkan juga punya porsi yang besar di bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Salah satu diantaranya, seperti telah tersinggung tadi, adalah berkenaan dengan Matahari dan Bulan.
Dengan jelas, beralasan, dan tepat Qur’an memberikan gambaran “kelakuan” alam semesta. Masalahnya kini tergantung bagaimana manusia mampu menangkap ‘isyarat-isyarat’ yang disampaikan Qur’an itu dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Bagaimana ia mampu membaca (iqra’) tidak saja ayat-ayat Qur’aniyyah, tapi juga ayat-ayat Kauniyyah yang tersebar luas pada alam semesta ini. Keduanya penuh simbol-simbol (ayat) realitas objektif yang selalu menantang manusia meraihnya dengan kekuatan (bisulthaan) akal pikiran yang dianugerahkan Allah pada-Nya, sebagai bukti syukur kita pada kasih sayang-Nya.
”Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”
(Qs Luqman 31:31)



Menjelajah keluasan langit menembus kedalaman Al Quran tajmaludin maret 2006
^ Groves, Colin (16 September 2005). Wilson, D. E., dan Reeder, D. M. (eds). ed. Mammal Species of the World (edisi ke-edisi ketiga). Johns Hopkins University Press. ISBN 0-801-88221-4.
Jablonski, N.G. & Chaplin, G. "Evolusi pewarnaan kulit manusia." Catatan Teratur Evolusi Manusia 39 (2000) 57-106. (dalam bentuk pdf)
Robins, A.H. Perspektif Biologis pada Pigmentasi Manusia. Cambridge: Cambridge University Press, 1991.



makalah hadist tarbawi

BAB I
PENDAHULUAN
”Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.As-Syams 91 : 1 -10)
Cahaya (Nur) adalah media pembawa informasi dari langit. Sebenarnya cahaya dan gelombang elektromagnetik (EM) lainnya merupakan bahasa universal yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan makhjluk yang jauh di alam semesta.Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik.Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matahari adalah sumber cahaya utama di bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan.Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun cahaya dapat dipantulkan.
Bulan adalah satelit alami Bumi yang berukuran seperempat ukuran Bumi dan beredar mengelilinginya setiap 27.3 hari, pada jarak rata-rata 384,400 kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya dan cahaya bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari. Dan cahaya ini tidak memantul dari bumi. Tetapi kadang-kadang cahanya dari bumi juga. Jadi cahaya dari matahari langsung sampai ke bulan. Bulan mempunyai diameter 3,476 kilometer dengan gaya gravitasi hanya 0.16 = (1/6) gaya gravitasi bumi. Terbentuknya Bulan dipercaya berasal daripada obyek sebesar Mars yang menghantam Bumi lalu pecah. Inti obyek tersebut menghantam bumi, tetapi lapisan luar Bumi terpelanting dan terperangkap dalam orbit mengelilingi Bumi lalu membentuk Bulan.

















BAB II
PEMBAHASAN
“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita”
(Qs.Nuh 71 : 16)
Sesungguhnya, al-Qur’an itu menurut sifatnya adalah qadrat Allah di alam ini yang mengandung pengertian luas sesuai dengan sifatnya. Al-Qur’an diungkapkan dengan jitu, mendalam dan dapat dipahami oleh orang Arab sejak empat belas abad yang lalu sesuai dengan kemampuan jangkauan akalnya. Juga dipahami oleh orang-orang modern secara aktual, sesuai dengan penemuan ilmiah di seantero dunia ini. Di dalam al-Qur’an banyak kita batasi dengan dua contoh yang berkenaan dengan kisah Nabi Nuh as. Diterangkan dalam al-Qur’an, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita” Qs. 71 : 16
Allah menerangkan bahwa matahari adalah bagaikan pelita yang dapat menerangi dengan nyala api yang ditimbulan oleh bahan bakar minyak atau spiritus. Dikatakan bahwa pelita itu adalah sumber cahaya (dapat menimbulkan cahaya dengan sendirinya, bukan memantulkan cahaya yang datang dari benda lain). Ilmu pengetahuan juga menerangkan bahwa matahari adalah planet yang berpijar, memancarkan cahayanya kepada planet-planet lain. Termasuk bulan yang pada waktu malam kelihatan bercahaya, sebenarnya bulan bukan sumber cahaya. Tetapi bulan sebagai pemantul sinar yang datang dari matahari ke planet bumi ini. Tepat sekali istilah al-Qur’an yang mengatakan bahwa bulan itu adalah nur (cahaya) bukan siraaj (pelita), karena bulan adalah benda yang tidak mengeluarkan nyala api, atau dapat dikatakan bahwa bulan adalah satelit bumi yang gelap.
Ayat al-Qur’an sebagai ungkapan perkataan Nabi Nuh sebagai berikut, ‘Dan Allah menumbuhkan kami dari tanah dengan sebaiknya.’ Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Allah menyempurnakan hidup kita ini dari tumbuh-tumbuhan. Maksudnya, kelangsungan hidup kita ini tergantung dari tumbuh-tumbuhan. Adalah sangat menakjubkan sekali bahwa ayat ini sebenarnya menerangkan hakekat ilmiah dan bersesuaian dengan apa yang diterangkan dalam sebuah buku ilmiah menjadi ‘air adalah benda alam yang luar biasa’. Para sarjana biologi menetapkan bahwa tumbuh-tumbuhan adalah kebutuhan primer makhluk hidup seperti hewan, termasuk juga manusia. Bahkan semua bakteri pun dapat hidup dengan memakan tumbuh-tumbuhan atau sari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seperti kita makan ikan umpamanya, sebenarnya kita memakan tumbuh-tumbuhan.
Kenapa demikian, karena ikan-ikan besar hidup dengan memakan ikan-ikan kecil atau hewan-hewan kecil lain, demikian seterusnya. Akhirnya jika kita teruskan siklus ini akan sampai kepada tumbuhan sebagai akhirnya. Maka tumbuh-tumbuhan adalah asas kehidupan yang paling tua, setua jenis manusia itu sendiri. Demikianlah keterangan yang dapat kita peroleh dari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang makanan manusia dan unsur-unsur lain yang hidup dari makanan itu.
Ilustrasi Al-Qur’an tentang Matahari dan Bulan
Bagi manusia, Matahari adalah benda alam semesta yang sangat penting. Pada Matahari-lah terletak seluruh nasib tata surya. Matahari-lah mata kisaran semua komet, asteroid, dan planet. Matahari-lah pemancar tenaga seantero tata surya, pengatur dan pengocok perubahannya, pembangkit segala gerak utamanya. Matahari-lah lampu yang paling terang, massa yang paling berat. Matahari-lah penopang kehidupan dan raja seluruh lingkungan kosmik manusia. Kehidupan di Bumi dan kelangsungannya amat tergantung pada “tungku” raksasa itu.
Mengapa Matahari Bersinar?
Tuhan berfirman, “Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam alam ini gugusan bintang (galaksi) dan Dia jadikan pula padanya ‘siraaja’ (Matahari) dan bulan yang bercahaya”. (QS. Al-Furqan 25: 61). Lalu dalam ayat lain, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai ‘nuur’ dan menjadikan matahari sebagai ‘siraaja’ (pelita)”. (QS.Nuh 71: 16)
Dalam kedua ayat ini Allah menyebutkan secara simbolis bahwa Matahari itu tak ubahnya laksana pelita. Bahkan dalam surat 78 (An-Naba’) ayat 13,
”dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)” (QS. An-Naba 78:13). Matahari itu disebut “siraajaw wahhaja” yang artinya pelita (lampu) yang sangat kuat nyalanya. Apa ini maknanya?
Perhatikanlah bola lampu listrik. Di dalamnya terdapat kumparan kawat halus yang akan mengalirkan arus listrik. Energi yang ditimbulkan arus listrik itu ‘mengejutkan’ atom-atom dari kawat, lalu elektron-elektron akan loncat ke luar dari orbitnya, membentuk orbit baru, tapi segera kembali lagi ke orbit semula. Di sini peranan energilah yang menyebabkan keluar-masuknya elektron-elektron tersebut. Peristiwa inilah yang kita lihat sebagai cahaya dan panas dari lampu listrik tadi. Lantas, bagaimana dengan Matahari?
Begitu pula Matahari. Bahkan Matahari terbentuk berkat terkejutnya gas-gas antar bintang. Kejutan-kejutan itu membangkitkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang radio, panas, cahaya, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.
Matahari adalah sebuah bola gas yang sangat besar. Mengapa disebut bola gas? Karena bentuknya persis seperti bola dan merupakan gumpalan gas-gas yang amat panas. Bahkan pada terasnya, di bawah himpitan timbunan bahan yang tekanannya beberapa juta juta ton pada setiap sentimeter persegi, atom gas Matahari masih memiliki sifat gas sehingga bergerak bebas dan menahan himpitan luar biasa yang ditimpakan padanya.
Jadi jangan dikira, Matahari itu benda padat. Tak ada bagian yang padat di sana. Qur’an menyebutnya “siraaja”. Bisa diartikan pelita. Bisa diartikan api. Semuanya serba gas. Cuma, gasnya lain dengan gas yang ada di Bumi, sebab kerapatannya tinggi sekali. Artinya, sekalipun bahannya terdiri dari gas, namun jarak antar partikel yang berdekatan seolah ‘dempet’. Mampat, begitu.
Tapi mengapa bisa menggumpal menjadi sebentuk bola besar? Padahal yang kita ketahui selama ini ‘kan, sifat gas itu mengisi ruang sebesar-besarnya. Jawabnya, jutaan ton gas-gas yang panas yang membentuk Matahari itu mengalami gaya gravitasi (tarik menarik) sehingga seolah gas-gas tersebut diikatnya. Ada kurang lebih 536 kuadrilyun kilometer kubik gas kelewat panas terkandung di dalamnya. Bobotnya saja mencapai lebih dari dua oktilyun ton atau secara awamnya sebut saja dua milyar milyar milyar ton. Padahal dalam pengertian modern Matahari hanyalah seumpama katak dalam kolam tata surya dan satu diantara bermilyar-milyar bintang berukuran sedang lainnya.
Yang paling menarik adalah bentuk fisik Matahari. Temperaturnya tinggi sekali. Di permukaan saja, temperaturnya 6.000 derajat Celcius. Makin ke dalam makin panas. Bahkan bisa mencapai 15-20 juta derajat Celcius. Akibatnya, semua jenis batuan dan logam tak akan ditemukan di sana. Tak ada yang tahan pada panas setinggi itu. Semua tidak saja mencair, melainkan langsung menguap menjadi gas. Itu sebabnya Matahari tidak padat seperti Bumi. Matahari adalah “siraajaw wahhaja”, pelita/api (gas) yang sangat kuat nyala (energinya). Mengapa? Apa yang menyebabkan demikian bisa terjadi?
Inilah yang Allah jelaskan dengan kata-simbol “tsaqib” (artinya yang membakar) yang tercantum dalam surat 86 (Ath-Thariq) ayat 3:
“…yaitu bintang yang membakar (dirinya sendiri)”. (QS. Ath-Thariq 86: 3)
Bahkan kata “tsaqib” ini tidak hanya berlaku untuk menerangkan proses yang terjadi di dalam teras (inti) Matahari saja. Proses yang sama juga berlangsung pada bintang-bintang lain. Yaitu reaksi nuklir di pusat bintang di pusat bintang (dan Matahari) yang ditandai oleh reaksi pembakaran Hidrogen menjadi Helium, atau dengan kata lain proses fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Proses ini “bersaudara dekat” dengan reaksi ledakan bom H, tetapi reaksi nuklir Matahari tertahan dan terkungkung dalam gas elastis di sekitar inti Matahari yang besarnya beribu-ribu trilyun kilometer kubik.
Dalam dunia mikro (renik), setiap fusi merupakan urutan tiga macam benturan antar inti atom. Langkah urutan benturan itu tidak sama besarnya. Dalam kenyataan benturan yang pertama hanya dapat terjadi sekali dalam tujuh milyar tahun, benturan kedua sekali dalam empat detik, dan benturan ketiga terjadi sekali dalam 400.000 tahun. Walaupun jangka waktu benturan pertama dan benturan ketiga itu kelihatannya sangat panjang, tetapi jumlah atom yang ada di dalam Matahari begitu melimpah sehingga tiap macam benturan berulang secara konstan (ajeg) dan memungkinkan fusi tersebut berlangsung secara sinambung.
Pada benturan fusi pertama, duproton –inti Hidrogen yang telah kehilangan elektron pengiringnya- dengan hebat bersatu menjadi Deuterium namanya. Akibat benturan kedua proton itu, laksana bunga api, dua pecahan sisa bahan tadi membawa pergi pusa (momentum) dan muatan listrik yang tidak diperlukan. Satu diantaranya, yakni neutrino, merupakan zarah yang sangat kecil, dalam skala sub atom sekalipun. Zarah ini tidak mempunyai massa maupun muatan listrik dan sangat lambat bereaksi dengan unsur lain. Maka zarah ini langsung menerobos apa saja, dan lolos tanpa meninggalkan noda meninggalkan Matahari, bahkan meninggalkan tata surya. Ya, ibarat bayar pajak sajalah bagi Matahari kepada angkasa kosong dan dingin di sekitarnya.
Sementara itu pecahan lainnya, yakni zarah yang bermuatan positif, atau positron, tidak dapat bergerak jauh melintasi gas yang tebal dan rapat di sekitarnya tanpa menubruk elektron –yakni zarah yang bermuatan negatif. Apabila tubrukan antara positron dan elektron itu terjadi, maka kedua zarah yang berlawanan itu akan saling membinasakan. Mereka musnah, dan mengeluarkan energi yang amat hebat.
Inti deuterium yang dihasilkan pada langkah pertama fusi ini terdiri dari proton dan neutron, yakni gabungan zarah yang massanya hampir dua kali massa proton, tetapi sifatnya mudah bereaksi. Pada kesempatan pertama, deuterium akan segera menangkap dan menelan inti Hidrogen yang bergerak lincah di sekitarnya. Dari perkawinan antara kedua ‘makhluk’ ini, lahirlah unsur baru, yakni Helium-3 yang terdiri dari dua proton dan satu neutron.
Dalam benturan antara deuterium dan inti hidrogen tadi, terciptalah energi radiasi sinar Gamma. Sinar ini gelombangnya pendek sekali, tapi tenaganya serta daya tembus dan daya rusaknya paling kuat diantara seluruh spektrum gelombang elektromagnetik yang ada.
Pada benturan fusi yang ketiga dan terakhir, inti Helium-3 tadi mengatur dirinya untuk menjadi inti Helium-4 biasa, yaitu yang terdiri dari dua neutron dan dua proton. Caranya ialah dengan bergabung bersama zarah Helium-3 lainnya yang juga terbentuk dengan cara yang sama dengan dirinya. Dengan terbentuknya Helium-4 yang relatif stabil ini, berakhirlah proses ‘pembakaran’ inti Hidrogen jadi Helium dengan meninggalkan sisa dua proton. Dua proton sisa ini kemudian akan terpelanting dan akhirnya akan membentur proton lain, dan berfusi (bergabung) membentuk inti deuterium lagi. Dengan demikian proses daur ‘pembakaran’ nuklir itu berulang kembali seperti proses yang telah diuraikan di atas. Demikian Allah menetapkan ‘taqdir’-nya sehingga proses transformasi Hidrogen-Helium itu bisa terus berulang, sampai ‘ajal’-nya.
Masing-masing reaksi fusi tersebut tiap detik mengubah 657 juta ton hidrogen Matahari menjadi 652,5 juta ton abu Helium. Empat setengah juta ton massa yang hilang diubah menjadi sinar Gamma dan neutrino.
Sinar Gamma yang muncul dari jantung Matahari itu pertama-tama diubah menjadi sinar-X (yakni semacam sinar yang panjang gelombangnya antara 2,7 sampai 270 permilyar sentimeter) dan sinar ultraviolet (yang memiliki panjang gelombang antara 270 permilyar sampai tujuh persejuta sentimeter). Kedua sinar ini membentuk elektron atom hingga atom itu mengeluarkan cahaya kasat mata seperti yang kita alami di bumi ini. Dengan cahaya kasat mata inilah kita bisa melihat isi dunia ini. Dalam hal ini patut kita bersyukur, sebab seandainya sinar gamma yang sampai ke permukaan Matahari itu sebagaimana wujud aslinya,. Maka akibat yang akan terjadi adalah menyebarnya sinar maut ini ke seluruh tata surya. Kita pun tak mungkin bisa hidup.
Manfaat matahari
• Matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi. Energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya.
• Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari.
• Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet lainnya. Tanpa matahari, sulit membayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
Bagaimana Dengan Bulan?
Di sini, lagi-lagi Qur’an tampil memukau para ahli ilmu pengetahuan. Secara tepat Qur’an memberikan ilustrasi yang sangat sederhana, namun berisi nilai ilmiah yang sangat tinggi, yang belum mungkin terjangkau oleh manusia-manusia sezaman dengan Rasulullah.
“Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam universe ini galaksi dan Dia jadikan pula padanya Matahari dan bulan yang ‘muniir’
”Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.”(QS.Al-Furan 25: 61).
“Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya”. (QS. Yunus 10: 5)
Bulan disebut oleh Al-Qur’an sebagai ‘muniir’, artinya yang bercahaya, atau lebih tepatnya, dikenai cahaya lalu dipantulkan kembali. Sedangkan Matahari bagaikan pelita, artinya memproduksi sendiri panas dan cahaya, kemudian menyinari sekelilingnya.
Dalam kenyataan bagaimana? Memang begitulah yang sebenarnya terjadi. Sebagaimana tadi telah dibahas, Matahari memang memproduksi sendiri panas dan cahaya, lalu menyinari sekelilingnya hingga kita bisa menikmati kehidupan di Bumi. Sedangkan Bulan, sekalipun tampak oleh mata bercahaya, tapi sebetulnya bukan dari dirinya sendiri. Bulan menerima cahaya Matahari, kemudian memantulkannya kembali ke Bumi, hingga mata melihatnya seperti bercahaya sendiri.



























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tak dapat disangkal lagi, Qur’an memang betul-betul “kitab kehidupan”, di dalamnya tidak saja memuat ritus-ritus ibadah, dalam arti sempit, melainkan juga punya porsi yang besar di bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Salah satu diantaranya, seperti telah tersinggung tadi, adalah berkenaan dengan Matahari dan Bulan.
Dengan jelas, beralasan, dan tepat Qur’an memberikan gambaran “kelakuan” alam semesta. Masalahnya kini tergantung bagaimana manusia mampu menangkap ‘isyarat-isyarat’ yang disampaikan Qur’an itu dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Bagaimana ia mampu membaca (iqra’) tidak saja ayat-ayat Qur’aniyyah, tapi juga ayat-ayat Kauniyyah yang tersebar luas pada alam semesta ini. Keduanya penuh simbol-simbol (ayat) realitas objektif yang selalu menantang manusia meraihnya dengan kekuatan (bisulthaan) akal pikiran yang dianugerahkan Allah pada-Nya, sebagai bukti syukur kita pada kasih sayang-Nya.
”Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”
(Qs Luqman 31:31)



Menjelajah keluasan langit menembus kedalaman Al Quran tajmaludin maret 2006
^ Groves, Colin (16 September 2005). Wilson, D. E., dan Reeder, D. M. (eds). ed. Mammal Species of the World (edisi ke-edisi ketiga). Johns Hopkins University Press. ISBN 0-801-88221-4.
Jablonski, N.G. & Chaplin, G. "Evolusi pewarnaan kulit manusia." Catatan Teratur Evolusi Manusia 39 (2000) 57-106. (dalam bentuk pdf)
Robins, A.H. Perspektif Biologis pada Pigmentasi Manusia. Cambridge: Cambridge University Press, 1991.