BAB I
PENDAHULUAN
”Demi matahari dan cahayanya
di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila
menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya,
dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.As-Syams 91 : 1 -10)
Cahaya (Nur) adalah media pembawa informasi dari langit. Sebenarnya cahaya dan
gelombang elektromagnetik (EM) lainnya merupakan bahasa universal yang kita
gunakan untuk berkomunikasi dengan makhjluk yang jauh di alam semesta.Cahaya
juga merupakan dasar ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya
melalui vakum pada 1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458
meter per detik.Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matahari adalah sumber cahaya utama di bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya
untuk membuat makanan.Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua
arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala
penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang
dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun
cahaya dapat dipantulkan.
Bulan adalah satelit alami Bumi yang berukuran seperempat ukuran Bumi dan
beredar mengelilinginya setiap 27.3 hari, pada jarak rata-rata 384,400
kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya
dan cahaya bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari. Dan cahaya
ini tidak memantul dari bumi. Tetapi kadang-kadang cahanya dari bumi juga. Jadi
cahaya dari matahari langsung sampai ke bulan. Bulan mempunyai diameter 3,476
kilometer dengan gaya gravitasi hanya 0.16 = (1/6) gaya gravitasi bumi.
Terbentuknya Bulan dipercaya berasal daripada obyek sebesar Mars yang
menghantam Bumi lalu pecah. Inti obyek tersebut menghantam bumi, tetapi lapisan
luar Bumi terpelanting dan terperangkap dalam orbit mengelilingi Bumi lalu
membentuk Bulan.
BAB II
PEMBAHASAN
“Dan Allah menciptakan
padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita”
(Qs.Nuh 71 : 16)
Sesungguhnya, al-Qur’an itu menurut sifatnya adalah qadrat Allah di alam ini
yang mengandung pengertian luas sesuai dengan sifatnya. Al-Qur’an diungkapkan
dengan jitu, mendalam dan dapat dipahami oleh orang Arab sejak empat belas abad
yang lalu sesuai dengan kemampuan jangkauan akalnya. Juga dipahami oleh
orang-orang modern secara aktual, sesuai dengan penemuan ilmiah di seantero
dunia ini. Di dalam al-Qur’an banyak kita batasi dengan dua contoh yang
berkenaan dengan kisah Nabi Nuh as. Diterangkan dalam al-Qur’an, “Dan Allah
menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai
pelita” Qs. 71 : 16
Allah menerangkan bahwa matahari adalah bagaikan pelita yang dapat menerangi
dengan nyala api yang ditimbulan oleh bahan bakar minyak atau spiritus.
Dikatakan bahwa pelita itu adalah sumber cahaya (dapat menimbulkan cahaya
dengan sendirinya, bukan memantulkan cahaya yang datang dari benda lain). Ilmu
pengetahuan juga menerangkan bahwa matahari adalah planet yang berpijar,
memancarkan cahayanya kepada planet-planet lain. Termasuk bulan yang pada waktu
malam kelihatan bercahaya, sebenarnya bulan bukan sumber cahaya. Tetapi bulan
sebagai pemantul sinar yang datang dari matahari ke planet bumi ini. Tepat
sekali istilah al-Qur’an yang mengatakan bahwa bulan itu adalah nur (cahaya)
bukan siraaj (pelita), karena bulan adalah benda yang tidak mengeluarkan nyala
api, atau dapat dikatakan bahwa bulan adalah satelit bumi yang gelap.
Ayat al-Qur’an sebagai ungkapan perkataan Nabi Nuh sebagai berikut, ‘Dan Allah
menumbuhkan kami dari tanah dengan sebaiknya.’ Ayat ini menerangkan kepada kita
bahwa Allah menyempurnakan hidup kita ini dari tumbuh-tumbuhan. Maksudnya,
kelangsungan hidup kita ini tergantung dari tumbuh-tumbuhan. Adalah sangat
menakjubkan sekali bahwa ayat ini sebenarnya menerangkan hakekat ilmiah dan
bersesuaian dengan apa yang diterangkan dalam sebuah buku ilmiah menjadi ‘air
adalah benda alam yang luar biasa’. Para sarjana biologi menetapkan bahwa
tumbuh-tumbuhan adalah kebutuhan primer makhluk hidup seperti hewan, termasuk
juga manusia. Bahkan semua bakteri pun dapat hidup dengan memakan
tumbuh-tumbuhan atau sari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seperti
kita makan ikan umpamanya, sebenarnya kita memakan tumbuh-tumbuhan.
Kenapa demikian, karena ikan-ikan besar hidup dengan memakan ikan-ikan kecil
atau hewan-hewan kecil lain, demikian seterusnya. Akhirnya jika kita teruskan
siklus ini akan sampai kepada tumbuhan sebagai akhirnya. Maka tumbuh-tumbuhan
adalah asas kehidupan yang paling tua, setua jenis manusia itu sendiri.
Demikianlah keterangan yang dapat kita peroleh dari al-Qur’an dan ilmu
pengetahuan yang menerangkan tentang makanan manusia dan unsur-unsur lain yang
hidup dari makanan itu.
Ilustrasi Al-Qur’an tentang
Matahari dan Bulan
Bagi manusia, Matahari adalah benda alam semesta yang sangat penting. Pada
Matahari-lah terletak seluruh nasib tata surya. Matahari-lah mata kisaran semua
komet, asteroid, dan planet. Matahari-lah pemancar tenaga seantero tata surya,
pengatur dan pengocok perubahannya, pembangkit segala gerak utamanya. Matahari-lah
lampu yang paling terang, massa yang paling berat. Matahari-lah penopang
kehidupan dan raja seluruh lingkungan kosmik manusia. Kehidupan di Bumi dan
kelangsungannya amat tergantung pada “tungku” raksasa itu.
Mengapa Matahari Bersinar?
Tuhan berfirman, “Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam alam ini gugusan
bintang (galaksi) dan Dia jadikan pula padanya ‘siraaja’ (Matahari) dan bulan
yang bercahaya”. (QS. Al-Furqan 25: 61). Lalu dalam ayat lain, “Dan Allah
menciptakan padanya bulan sebagai ‘nuur’ dan menjadikan matahari sebagai
‘siraaja’ (pelita)”. (QS.Nuh 71: 16)
Dalam kedua ayat ini Allah menyebutkan secara simbolis bahwa Matahari itu tak
ubahnya laksana pelita. Bahkan dalam surat 78 (An-Naba’) ayat 13,
”dan Kami jadikan pelita
yang amat terang (matahari)” (QS. An-Naba 78:13). Matahari itu disebut
“siraajaw wahhaja” yang artinya pelita (lampu) yang sangat kuat nyalanya. Apa
ini maknanya?
Perhatikanlah bola lampu listrik. Di dalamnya terdapat kumparan kawat halus
yang akan mengalirkan arus listrik. Energi yang ditimbulkan arus listrik itu
‘mengejutkan’ atom-atom dari kawat, lalu elektron-elektron akan loncat ke luar
dari orbitnya, membentuk orbit baru, tapi segera kembali lagi ke orbit semula.
Di sini peranan energilah yang menyebabkan keluar-masuknya elektron-elektron
tersebut. Peristiwa inilah yang kita lihat sebagai cahaya dan panas dari lampu
listrik tadi. Lantas, bagaimana dengan Matahari?
Begitu pula Matahari. Bahkan Matahari terbentuk berkat terkejutnya gas-gas
antar bintang. Kejutan-kejutan itu membangkitkan energi yang sangat besar dalam
bentuk gelombang radio, panas, cahaya, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar
gamma.
Matahari adalah sebuah bola gas yang sangat besar. Mengapa disebut bola gas?
Karena bentuknya persis seperti bola dan merupakan gumpalan gas-gas yang amat
panas. Bahkan pada terasnya, di bawah himpitan timbunan bahan yang tekanannya
beberapa juta juta ton pada setiap sentimeter persegi, atom gas Matahari masih
memiliki sifat gas sehingga bergerak bebas dan menahan himpitan luar biasa yang
ditimpakan padanya.
Jadi jangan dikira, Matahari itu benda padat. Tak ada bagian yang padat di
sana. Qur’an menyebutnya “siraaja”. Bisa diartikan pelita. Bisa diartikan api.
Semuanya serba gas. Cuma, gasnya lain dengan gas yang ada di Bumi, sebab
kerapatannya tinggi sekali. Artinya, sekalipun bahannya terdiri dari gas, namun
jarak antar partikel yang berdekatan seolah ‘dempet’. Mampat, begitu.
Tapi mengapa bisa menggumpal menjadi sebentuk bola besar? Padahal yang kita
ketahui selama ini ‘kan, sifat gas itu mengisi ruang sebesar-besarnya.
Jawabnya, jutaan ton gas-gas yang panas yang membentuk Matahari itu mengalami
gaya gravitasi (tarik menarik) sehingga seolah gas-gas tersebut diikatnya. Ada
kurang lebih 536 kuadrilyun kilometer kubik gas kelewat panas terkandung di
dalamnya. Bobotnya saja mencapai lebih dari dua oktilyun ton atau secara
awamnya sebut saja dua milyar milyar milyar ton. Padahal dalam pengertian
modern Matahari hanyalah seumpama katak dalam kolam tata surya dan satu
diantara bermilyar-milyar bintang berukuran sedang lainnya.
Yang paling menarik adalah bentuk fisik Matahari. Temperaturnya tinggi sekali.
Di permukaan saja, temperaturnya 6.000 derajat Celcius. Makin ke dalam makin
panas. Bahkan bisa mencapai 15-20 juta derajat Celcius. Akibatnya, semua jenis
batuan dan logam tak akan ditemukan di sana. Tak ada yang tahan pada panas
setinggi itu. Semua tidak saja mencair, melainkan langsung menguap menjadi gas.
Itu sebabnya Matahari tidak padat seperti Bumi. Matahari adalah “siraajaw
wahhaja”, pelita/api (gas) yang sangat kuat nyala (energinya). Mengapa? Apa
yang menyebabkan demikian bisa terjadi?
Inilah yang Allah jelaskan dengan kata-simbol “tsaqib” (artinya yang membakar)
yang tercantum dalam surat 86 (Ath-Thariq) ayat 3:
“…yaitu bintang yang
membakar (dirinya sendiri)”. (QS. Ath-Thariq 86: 3)
Bahkan kata “tsaqib” ini tidak hanya berlaku untuk menerangkan proses yang
terjadi di dalam teras (inti) Matahari saja. Proses yang sama juga berlangsung
pada bintang-bintang lain. Yaitu reaksi nuklir di pusat bintang di pusat
bintang (dan Matahari) yang ditandai oleh reaksi pembakaran Hidrogen menjadi
Helium, atau dengan kata lain proses fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Proses
ini “bersaudara dekat” dengan reaksi ledakan bom H, tetapi reaksi nuklir
Matahari tertahan dan terkungkung dalam gas elastis di sekitar inti Matahari
yang besarnya beribu-ribu trilyun kilometer kubik.
Dalam dunia mikro (renik), setiap fusi merupakan urutan tiga macam benturan
antar inti atom. Langkah urutan benturan itu tidak sama besarnya. Dalam
kenyataan benturan yang pertama hanya dapat terjadi sekali dalam tujuh milyar
tahun, benturan kedua sekali dalam empat detik, dan benturan ketiga terjadi
sekali dalam 400.000 tahun. Walaupun jangka waktu benturan pertama dan benturan
ketiga itu kelihatannya sangat panjang, tetapi jumlah atom yang ada di dalam
Matahari begitu melimpah sehingga tiap macam benturan berulang secara konstan
(ajeg) dan memungkinkan fusi tersebut berlangsung secara sinambung.
Pada benturan fusi pertama, duproton –inti Hidrogen yang telah kehilangan
elektron pengiringnya- dengan hebat bersatu menjadi Deuterium namanya. Akibat
benturan kedua proton itu, laksana bunga api, dua pecahan sisa bahan tadi
membawa pergi pusa (momentum) dan muatan listrik yang tidak diperlukan. Satu
diantaranya, yakni neutrino, merupakan zarah yang sangat kecil, dalam skala sub
atom sekalipun. Zarah ini tidak mempunyai massa maupun muatan listrik dan
sangat lambat bereaksi dengan unsur lain. Maka zarah ini langsung menerobos apa
saja, dan lolos tanpa meninggalkan noda meninggalkan Matahari, bahkan
meninggalkan tata surya. Ya, ibarat bayar pajak sajalah bagi Matahari kepada
angkasa kosong dan dingin di sekitarnya.
Sementara itu pecahan lainnya, yakni zarah yang bermuatan positif, atau
positron, tidak dapat bergerak jauh melintasi gas yang tebal dan rapat di
sekitarnya tanpa menubruk elektron –yakni zarah yang bermuatan negatif. Apabila
tubrukan antara positron dan elektron itu terjadi, maka kedua zarah yang
berlawanan itu akan saling membinasakan. Mereka musnah, dan mengeluarkan energi
yang amat hebat.
Inti deuterium yang dihasilkan pada langkah pertama fusi ini terdiri dari
proton dan neutron, yakni gabungan zarah yang massanya hampir dua kali massa
proton, tetapi sifatnya mudah bereaksi. Pada kesempatan pertama, deuterium akan
segera menangkap dan menelan inti Hidrogen yang bergerak lincah di sekitarnya.
Dari perkawinan antara kedua ‘makhluk’ ini, lahirlah unsur baru, yakni Helium-3
yang terdiri dari dua proton dan satu neutron.
Dalam benturan antara deuterium dan inti hidrogen tadi, terciptalah energi
radiasi sinar Gamma. Sinar ini gelombangnya pendek sekali, tapi tenaganya serta
daya tembus dan daya rusaknya paling kuat diantara seluruh spektrum gelombang
elektromagnetik yang ada.
Pada benturan fusi yang ketiga dan terakhir, inti Helium-3 tadi mengatur
dirinya untuk menjadi inti Helium-4 biasa, yaitu yang terdiri dari dua neutron
dan dua proton. Caranya ialah dengan bergabung bersama zarah Helium-3 lainnya
yang juga terbentuk dengan cara yang sama dengan dirinya. Dengan terbentuknya
Helium-4 yang relatif stabil ini, berakhirlah proses ‘pembakaran’ inti Hidrogen
jadi Helium dengan meninggalkan sisa dua proton. Dua proton sisa ini kemudian
akan terpelanting dan akhirnya akan membentur proton lain, dan berfusi
(bergabung) membentuk inti deuterium lagi. Dengan demikian proses daur
‘pembakaran’ nuklir itu berulang kembali seperti proses yang telah diuraikan di
atas. Demikian Allah menetapkan ‘taqdir’-nya sehingga proses transformasi Hidrogen-Helium
itu bisa terus berulang, sampai ‘ajal’-nya.
Masing-masing reaksi fusi tersebut tiap detik mengubah 657 juta ton hidrogen
Matahari menjadi 652,5 juta ton abu Helium. Empat setengah juta ton massa yang
hilang diubah menjadi sinar Gamma dan neutrino.
Sinar Gamma yang muncul dari jantung Matahari itu pertama-tama diubah menjadi
sinar-X (yakni semacam sinar yang panjang gelombangnya antara 2,7 sampai 270
permilyar sentimeter) dan sinar ultraviolet (yang memiliki panjang gelombang
antara 270 permilyar sampai tujuh persejuta sentimeter). Kedua sinar ini
membentuk elektron atom hingga atom itu mengeluarkan cahaya kasat mata seperti
yang kita alami di bumi ini. Dengan cahaya kasat mata inilah kita bisa melihat
isi dunia ini. Dalam hal ini patut kita bersyukur, sebab seandainya sinar gamma
yang sampai ke permukaan Matahari itu sebagaimana wujud aslinya,. Maka akibat
yang akan terjadi adalah menyebarnya sinar maut ini ke seluruh tata surya. Kita
pun tak mungkin bisa hidup.
Manfaat matahari
• Matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi. Energi pancaran
matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air
di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya.
• Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara
dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari.
• Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya
siang dan malam, tahun serta mengontrol planet lainnya. Tanpa matahari, sulit
membayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
Bagaimana Dengan Bulan?
Di sini, lagi-lagi Qur’an tampil memukau para ahli ilmu pengetahuan. Secara
tepat Qur’an memberikan ilustrasi yang sangat sederhana, namun berisi nilai
ilmiah yang sangat tinggi, yang belum mungkin terjangkau oleh manusia-manusia
sezaman dengan Rasulullah.
“Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam universe ini galaksi dan Dia
jadikan pula padanya Matahari dan bulan yang ‘muniir’
”Maha Suci Allah yang
menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya
matahari dan bulan yang bercahaya.”(QS.Al-Furan 25: 61).
“Dialah yang menjadikan
Matahari bersinar dan bulan bercahaya”. (QS. Yunus 10: 5)
Bulan disebut oleh Al-Qur’an sebagai ‘muniir’, artinya yang bercahaya, atau
lebih tepatnya, dikenai cahaya lalu dipantulkan kembali. Sedangkan Matahari
bagaikan pelita, artinya memproduksi sendiri panas dan cahaya, kemudian
menyinari sekelilingnya.
Dalam kenyataan bagaimana? Memang begitulah yang sebenarnya terjadi.
Sebagaimana tadi telah dibahas, Matahari memang memproduksi sendiri panas dan
cahaya, lalu menyinari sekelilingnya hingga kita bisa menikmati kehidupan di
Bumi. Sedangkan Bulan, sekalipun tampak oleh mata bercahaya, tapi sebetulnya
bukan dari dirinya sendiri. Bulan menerima cahaya Matahari, kemudian
memantulkannya kembali ke Bumi, hingga mata melihatnya seperti bercahaya
sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tak dapat disangkal lagi,
Qur’an memang betul-betul “kitab kehidupan”, di dalamnya tidak saja memuat
ritus-ritus ibadah, dalam arti sempit, melainkan juga punya porsi yang besar di
bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Salah satu diantaranya, seperti
telah tersinggung tadi, adalah berkenaan dengan Matahari dan Bulan.
Dengan jelas, beralasan, dan tepat Qur’an memberikan gambaran “kelakuan” alam
semesta. Masalahnya kini tergantung bagaimana manusia mampu menangkap
‘isyarat-isyarat’ yang disampaikan Qur’an itu dengan segala daya dan kemampuan
yang dimiliki. Bagaimana ia mampu membaca (iqra’) tidak saja ayat-ayat
Qur’aniyyah, tapi juga ayat-ayat Kauniyyah yang tersebar luas pada alam semesta
ini. Keduanya penuh simbol-simbol (ayat) realitas objektif yang selalu
menantang manusia meraihnya dengan kekuatan (bisulthaan) akal pikiran yang
dianugerahkan Allah pada-Nya, sebagai bukti syukur kita pada kasih sayang-Nya.
”Tidakkah kamu memperhatikan
bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya
diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua
orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”
(Qs Luqman 31:31)
Menjelajah keluasan langit menembus kedalaman Al Quran tajmaludin maret
2006
^ Groves,
Colin (16 September
2005). Wilson, D. E., dan Reeder, D. M. (eds). ed. Mammal Species of the World
(edisi ke-edisi ketiga). Johns Hopkins University Press. ISBN 0-801-88221-4.
Jablonski, N.G. & Chaplin, G. "Evolusi pewarnaan kulit
manusia." Catatan Teratur Evolusi Manusia 39 (2000) 57-106.
(dalam bentuk pdf)